Saturday, December 17, 2016

RINDU PERTAMAKU DI KOTA YOGYAKARTA

r


RINDU PERTAMAKU

Ibunda
Segelas susu hangat yang kuteguk
Memberi cermin wajah berkerut
Melalui segelas susu yang kuteguk, dan
Aku melihat cermin yang akaan membawaku terbang
Dengan sekepal rindu ingin pulang
Di pangkuan
Di batas senja di kota istimewa

Mungkin aku bisa menyebutnya dengan kata rindu, rindu yang tak pernah bisa kuutarakan dengan kata. Dulu aku belum mengerti bagaimana rasanya sakit menahan rindu, dan kini aku mulai merasakan hal itu. Dulu aku sukanya bilang ibu itu ngomel mulu apa yang aku lakuin seakan-akan semuanya salah. dan sekarang aku merindukan hal itu semua.  Sekarang aku hanya bisa mendoakan mu agar ibu sekeluarga dirumah baik2 saja sehat selalu, rizkinya lancar walaupun setiap bulannya aku minta kiriman. heheee. semoga beliau juga dilancarkan segala urusannya... AMIINN
Ibu dapat salam dari anak terakhirmu yg paling cantik sendiri. dari kota istimewa Yogyakarta, salam rinduku buat seorang wanita paling hebat di dunia. Wanita yang bisa menjadi menggantikan peran apa saja, tetapi engkau tak bisa tergantikan oleh apapun.
I LOVE YOU MOM :*

kotagede Yogyakarta, 18 des 2016
PP Nurul Ummah



Friday, December 16, 2016

CONTOH COVER MAKALAH


MAKALAH LOGIKA ILMU MENALAR

Makalah ini diajukan untuk memunuhi tugas mata kuliah Logika

Dosen Pengampu : Fatiyah, S.Hum., M.A               








Disusun oleh : Jauharatul Kamila Afliha (16120074)



Sejarah Kebudayaan Islam

C

Fakultas Ilmu Adab dan Budaya

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

2016




MAKALAH PENELITIAN SEJARAH


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Metode penelitian sejarah adalah metode atau cara yang digunakan  sebagai pedoman dalam melakukan penelitian peristiwa sejarah dan  permasalahannya. Dengan kata lain, metode penelitian sejarah adalah instrumen untuk merekonstruksi peristiwa sejarah (history as past actuality) menjadi sejarah sebagai kisah (history as written). Dalam ruang lingkup Ilmu  Sejarah, metode penelitian itu disebut metode sejarah.

Metode sejarah digunakan sebagai metode penelitian, pada prinsipnya bertujuan untuk menjawab enam pertanyaan (5 W dan 1 H) yang merupakan elemen dasar penulisan sejarah, yaitu what (apa), when (kapan), where (dimana), who (siapa), why (mengapa), dan how (bagaimana). Pertanyaan-pertanyaan itu konkretnya adalah: Apa (peristiwa apa) yang terjadi? Kapan terjadinya? Di mana terjadinya? Siapa yang terlibat dalam peristiwa itu? Mengapa peristiwa itu terjadi? Bagaimana proses terjadinya peristiwa itu?

Dalam proses penulisan sejarah sebagai kisah, pertanyaan-pertanyaan dasar itu dikembangkan sesuai dengan permasalahan yang perlu diungkap dan dibahas. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itulah yang harus menjadi sasaran penelitian sejarah, karena penulisan sejarah dituntut untuk menghasilkan eksplanasi (kejelasan) mengenai signifikansi (arti penting) dan makna peristiwa.

B.     Rumusan Masalah

1.   apa pengertian dari penelitian masalah.

2.  apa saja langkah-langkah penelitian sejarah.

3.   apa saja jenis-jenis dan langkah-langkah penelitian sejarah.



BAB II

PEMBAHASAN

 PENELITIAN SEJARAH



  1. PENGERTIAN PENELITIAN SEJARAH

Menurut E.H. Carr (dalam buku Gall & Borg, 2007) sejarah adalah suatu proses interaksi yang terus menerus antara sejarawan dan fakta yang ada, yang merupakan dialog tidak berujung antara masa lalu dan masa sekarang.

Secara umum dapat dimengrti bahwa penelitian sejarah merupakan penelaah serta sumber-sumber lain yang berisi informasi mengenai masa lampau dan dilaksanakan secara sistematis. Dengan kata lain yaitu penelitian yang bertugas mendeskripsikan gejala, tetapi bukan yang terjadi pada waktu penelitian dilakukan. Penelitian sejarah dimaksudkan membuat rekontruksi masa latihan secara sitematis dan objektif,dengan cara mengumpulkan, engevaluasi, mengverifikasikan, serta mensintesiskan bukti-bukti untuk mendukung fakta, memperoleh kesimpulan yang kuat. Dimana terdapat hubungan yang benar-benar utuh antara manusia,peristiwa, waktu dan ttempat secara kronologis dengan tidak memandang sepotong-sepotong objek-objek yang di observasi.

Menurut E.H carr penelitian sejarah sebagai proses sistematis dalam mencari data agar dapat menjawab pertanyaan tentang fenomena dari masa lalu untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari suatu institusi, praktik, tren, keyakinan, dan isu-isu dalam pendidikan.

Menurut Jack. R. Fraenkel & Norman E. Wallen penelitian sejarah adalah penelitian yang secara eksklusif menfokuskan kepada masa lalu. Penelitian mencoba merekontruksi apa yang terjadi pada masa lalu selengkap dan seakurat mungkin, dan biasanya menjelaskan mengapa hal itu terjadi.

Menurut Donald Ary dkk menyatakan bahwa penelitian sejarah adalah untuk menetapkan fakta dan mencapai simpulan mengenai hal-hal yang telah lalu, yang dilakukan secara sistematis dan objektif oleh ahli sejarah dalam mencari, mengevaluasi dan menafsirkan bukti-bukti untuk mempelajari masalah baru tersebut.

Berdasarkan pandangan yang disampaikan oleh beberapa ahli di atas, dapat disimpilkan bahwa pengertian penelitian sejarah mengandung beberapa unsur pokok yaitu.

1.)    Adanya proses pengkajian peristiwa

2.)    Usaha dilakukan seara sistematis dan obyektif

3.)    Merupakan serentetan gambaran masa lalu yang integrative antara anusia, peristiwa, ruang dan waktu.

4.)    Dilakukan secara interktif dengan gagasan, gerakan dan intuisi.



B.    Rencana Penelitian dan Pemilihan Topik

Rencana penelitian harus dilandasi oleh wawasan mengenai permasalahan penelitian, baik permasalahan umum maupun permasalahan khusus. 

a.       Permasalahan

Penelitian sejarah untuk menghasilkan tulisan berupa skripsi, tesis, disertasi atau buku sejarah, adalah penelitian ilmiah yang harus dimulai oleh perencanaan yang seksama. Perencanaan dalam bidang ilmiah harus mengikuti logika, karena pada dasarnya suatu perencanaan merupakan serentetan petunjuk yang disusun secara logis dan sistematis. Petunjuk dimaksud tercakup dalam prosedur penelitian yang harus dipenuhi. Hal-hal tersebut penting dipahami dalam membuat rencana penelitian, khususnya penelitian dalam rangka menulis skripsi, tesis, dan disertasi, karena diterima-tidaknya rencana penelitian dan baik-tidaknya hasil penelitian, pada dasarnya tergantung pada perencanaannya.

Perlu dikemukakan bahwa kelemahan penelitian pada prinsipnya akibat kurang dukungan metode penelitian. Penelitian tidak akan berhasil dengan baik, apabila peneliti tidak menguasai metode penelitian dalam arti mampu mengaplikasikan metode itu. Bila metode penelitian tidak diterapkan dengan baik, akan terjadi kelemahan dalam heuristik (pencarian dan penemuan sumber), kelemahan dalam mengolah sumber dan data, sehingga fakta yang diperoleh tidak memadai. Bila hal itu terjadi, dalam penulisan akan mengalami kelemahan, bahkan kesalahan, antara lain kelemahan atau kesalahan interpretasi dan verifikasi (pembuktian).

Penelitian sejarah mempunyai 5 tahap, yaitu: 1) pemilihan topik, 2) pengumpulan sumber, 3) verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber), 4) intrepretasi: analisis dan sintesis, dan 5) penulisan.

Contoh-contoh yang dikemukakan sengaja berbeda-beda dengan maksud supaya kita sadar bahwa sejarah itu bermacam-macam. Berturut-turut akan dicontohkan dari sejarah pertanahan, sejarah keluarga, sejarah politik, sejarah kota, dan sejarah lokal.

1.      Pemilihan Topik

Pemilihan Topik Hal pertama yang harus dilakukan oleh peneliti yakni menentukan topik yang akan menjadi objek penelitian pemilihan topik bertujuan agar dalam melakukan pencarian sumber-sumber sejarah dapat terarah dan tepat sasaran. Pemilihan topik penelitian dapat didasarkan pada unsur-unsur berikut ini.

. Pemilihan topik penelitian dapat didasarkan pada unsur-unsur berikut ini.

§  Bernilai: peristiwa sejarah yang diungkap tersebut harus bersifat unik, kekal, abadi.

§  Keaslian(orisinalitas) peristiwa sejarah yang diungkap hendaknya berupa upaya pembuktian baru atau ada pandangan baru akibat munculnya teori dan metode baru

§  Praktis dan efisien: peristiwa sejarah yang diungkap terjangkau dalam mencari sumbernya dan mempunyai hubungan yang erat dengan peristiwa itu.

§  Kesatuan, unsur yang dijadikan bahan penelitian itu mempunyai satu kesatuan ide.



2.      Heuristik

Heuristik adalah kegiatan mencari dan menemukan sumber yang diperlukan. Berhasil-tidaknya pencarian sumber, pada dasarnya tergantung dari wawasan peneliti mengenai sumber yang diperlukan dan keterampilan teknis penelusuran sumber. Berdasarkan bentuk penyajiannya, sumber-sumber sejarah terdiri atas arsip, dokumen, buku, majalah/jurnal, surat kabar, dan lain-lain.

Berdasarkan sifatnya, sumber sejarah terdiri atas sumber primer dan sumber

sekunder. Sumber primer adalah sumber yang waktu pembuatannya tidak jauh dari waktu peristiwa terjadi. Sumber sekunder adalah sumber yang waktu pembuatannya jauh dari waktu terjadinya peristiwa.  Peneliti harus mengetahui benar, mana sumber primer dan mana sumber sekunder. Dalam pencarian sumber sejarah, sumber primer harus ditemukan, karena penulisan sejarah ilmiah tidak ukup hanya menggunakan sumber sekunder. Sumber menurut bahanya dapat dibagi menjadi 2 yaitu

a.       Sumber tertulis

Sumber tertulis bisa berupa surat, notulen, kontrak kerja, bon-bon dan sebagainya. Dokumen tersebut bisa kita cari di perpustakaan ataupun arsip nasional. Dokumen-dokumen yang berhasil di himpun merupakan data yang sangat berharga, dokumen bisa menjadi dasar untuk menelusuri peristiwa-peristiwa sejarah yang telah menjadi masa lampau.

Menurut sifatnya sumber tertulis ada 2 yaitu

a)      Primer

Yaitu sumber yang dibuat pada saat peristiwa terjadi, seperti dokumen laporan kolonial. Sumber primer dibuat oleh tangan pertama

b)      Sekunder

Sumber yang menggunakan sumber primer sebagai sumber utamanya. Jadi dibuat oleh tangan atau pihak kedua. Contoh: buku, skripsi, tesis

                        Jika kita mendapat sumber tertulis, kita akan mendapatkan sumber tertulis         sezaman dan setempat sumber tertulis sezaman dan setempat yang memiliki kadar kebenaran yang relatif tinggi, serta sumber tertulis yang tidak sezaman dan tidak setempat yang memerlukan kejelian para penelitinya.

b.      Sumber lisan

Untuk sumber lisan, pemilihan sumber didasarkan pada pelaku atau saksi mata pada peristiwa. Narasumber yang hanya mendengar atau tidak hidup sezaman dengan peristiwa tidak bisa dijadikan narasumber lisan.





3.      Verifikasi

              Verifikasi adalah penilaian terhadap sumber-sumber sejarah. Verifikasi dalam sejarah berarti pemeriksaan terhadap kebenaran laporan tentang suatu peristiwa sejarah.

Penilaian terhadap suatu sember sejarah mempunyai 2 aspek yaitu

·         Aspek ektern

    Aspek esteren mempersoalkan tentang apakah sumber sejarah itu asli atau palsu sehingga sejarawan harus mampu menguji tentang keakuratan dokumen tersebut. misalnya kita harus teliti:kertasnya, tintanya, gaya penulisanya, bahasanya, kalimatnya, ungkapanya, kata-katanya, hurufnya, dan penampilan luarnya guna mengetahui autentisitasnya. Selain pada dokumen tertulis , juga pada artifact, sumer lisan, dan sumber kuantitatif, kita harus membuktikan keaslianya.

¨    Aspek intern

     Aspek intern mempersoalkan apakah isi yang terdapat dalam sumber itu dapat memberikan informasi yang diperluakan. Dalam hal ini aspek intern berupa proses analisa terhadap suatu dokumen. Kritik intern dilakukan untuk membuktikan bahwa informasi yang terkandung di dalam sumber itu dapat dipercaya.

       Sumber-bumber yang diakui kebenaranya lewat verifikasi atau kritik baik intern maupun estern menjadi fakta. Fakta adalah keterangan tentang sumber yang dianggap benar oleh sejarawan atau peneliti sejarah. Fakta bisa saja diartikan sebagai sumber-sumber yang terpilih.



4.      Intrepetasi

                Interpretasi berarti penafsiran atau menafsirkan fakta sejarah dan merangkai fakta tersebut menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal. Interpretasi dalam sejarah dapat juga diartikan sebagai penafsiransuatu peristiwa, fakta sejarah dan merangkai suatu fakta dalam kesatuan yang masuk akal. Penafsiran fakt harus bersifat logis terhadap keseluruhan konteks peristiwa sehingga berbagai fakta yang lepas satu sama lainya dapat disusun dan dihubungkan menjadi satu kesatuan yang masuk akal. Dalam melakukan penafsiran, peneliti sejarah melakukan analisa sesuai dengan fokus penelitianya. Dengan menganalisis kita temukan data, dengan data tersebut kita menemukan fakta. Langkah berikutnya adalah interpretasi atau penafsiran. Agar dapat menginterpretasikan fakta dengan kejelasan yang  objektif, harus dihindari penafsiran yang semena-mena karena biasanya cendrung  bersifat subjektif, selain itu interpretasiharus bersifat deskriptif sehingga akademisi juga dituntut untuk mencari landasan interpretasi yang mereka gunakan.

Proses interpretasi juga harus bersifat selektif.

 Interpretasi itu dua macam, yaitu analisis dan sintesis.

5.      Penulisan

Penulisan sejarah atau Historigrafi merupakan tahap terakhir dalam penulisan sejarah. Menusil penelitian sejarah bukanlah sekedar menyusun dan merangkai fakta-fakta hasil penelitian, melainkan juga menyampaikan suatu pikiran melalui interpretasi sejarah berdasarkan fakta hasil penelitian. Untuk itu penulisan sejarah memerlukan kecakapan dan kemahiran.

Penyajian penelitian dalam bentuk tulisan mempunyai tiga bagian: 1) pengantar, 2) hasil penelitian, dan 3) kesimpulan.

1.)    Pengantar

          Dalam pengantar harus dikemukakan permasalahan, latar belakang (lintasan sejarah), historigrafi dan pendapat kita tentang tulisan orang lain, pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian, teori dan konsep yang akan dipakai, dan sumber-sumber sejarah.

2.)    Hasil penelitian

          Dalam bab-bab inilah ditunukan kebolehan penulis dalam melakukan penelitian daan penyajian. Profesionalisme penulis tampak dalam pertanggungjawaban. Tanggungjawab itu tampak pada catatan dan lampiran. Setiap fakta yang ditulis harus disertai data yang mendukung.

3.)    Simpulan

          Pada simpulan kita mengemukakan gneralization dari yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya dan social significance penelitian kita. Dalam generalisasi itu akan tampak apakah kita melanjutkan, menerima, memberi catatan atau menolak generalisasi yang sudah ada.

Penulisan sejarah dibagi menjadi 3 yakni:

ü Penulisan sejarah tradisional

ü Penulisan sejarah kolonila

ü Penulisan sejarah modern

C.     JENIS-JENIS PENELITIAN SEJARAH

Penelitian sejarah secara umum di bagi menjadi 4 jenis, yaitu:

Ø  Penelitian sejarah komparatif

Penelitian sejarah dikerjakan untuk membandingkan faktor-faktor dari fenomena-fenomena sejenis pada suatu periode masa lampau.

Ø  Penelitian Yuridis atau Legal

Penelitian sejarah dikerjakan untuk menyelidiki hal-hal yang menyangkut dangan hukum, baik hukum formal ataupun hukum nonformal dalam masa lalu.

Ø  Penelitian Biografis

Penelitian sejarah dilakukan untuk meneliti kehidupan seserang hubungan dengan masyarakat. dalam penelitian ini diteliti sifat-sifat, watak, dan pengaruh lingkungan maupun pengaruh pemikiran dan ide dari subjek penelitian dalam masa hidupnya, serta membentuk watak figur yang diterima selama hayatnya.

Ø  Penelitian Bibliografis

Penelitian sejarah dilakukan untuk mencari, menganalisis, dari fakta-fakta yang merupakan pendapat para ahli dalam suatu masalah atau suatu organisasi dikelompokan dalam penelitian bibliografis. Penelitian ini mencangkup hasil pemikiran dan ide yang telah ditulis oleh peikir-prmikir ahli.

D.    TUJUAN PENELITIAN SEJARAH

                Tujuan penelitian sejarah menurut Jhon W. Best adalah untuk memahami masa lalu, dan mencoba memahami masa kini atas dasar peristiwa atau perkembangan dimasa lalu.

                Menurut Donald Ary tujuan penelitian sejarah adalah untuk memperkaya pengetahuan peneliti tentang bagaimana dan mengapa suatu kejadian masa lalu dapat terjadi serta proses dalam masa lalu itu menjadi masa kini, pada akhirnya, diharapkan meningkatnya pemahaman tentang kejadian masa kini sera memperoleh dasar yang lebih rasional untuk melakukan pilihan-pilihan dimasa kini.

Sedangkan Menurut Jack R. Frankel dan Norman E. Wellen tujuan penelitian sejarah adalah sebagai berikut.

v  Membuat orang menyadari apa yang terjadi pada masa lalu sehingga mereka mungkin mempelajari dari kegagalan dan keberhasilan masa lampau.

v  Mempelajari bagaimana sesuatu telah dilakukan pada masa lalu, untuk melihat jika mereka dapat mengaplikasikan masalahnya pada masa sekarang.

v  Membantu memprediksi sesuatu yang akan terjadi pada masa mendatang.

v  Membantu menguji hipoteesis yang berkenaan dengan hubungan atau kecendrungan.



















BAB III

PENUTUP



A.    Kesimpulan

Penelitian sejarah harus dilandasi atau berpedoman pada kaidah-kaidah metode sejarah. Jika tidak, penelitian itu hanya akan menghasilkan tulisan sejarah semi ilmiah atau bahkan sejarah populer. Oleh karena itu calon peneliti sejarah harus memahami kaidah-kaidah metode sejarah dan mampu mengimplementasikannya, agar penelitian itu menghasilkan karya sejarah ilmiah.

Penulisan sejarah ilmiah dituntut untuk menghasilkan eksplanasi mengenai permasalahan yang dibahas. Eksplanasi itu diperoleh melalui analisis. Untuk mempertajam analisis, dalam proses penulisan sejarah, aplikasi metode dan teori sejarah perlu ditunjang oleh teori dan/atau konsep ilmu-ilmu sosial yang relevan (sosiologi, antropologi, ekonomi, politik, dll.). Dengan kata lain, penulisan sejarah yang dituntut memberikan eksplanasi mengenai masalah yang dibahas, perlu dilakukan secara interdisipliner dengan menggunakan pendekatan multidimensional (multidimensional approach). Hal itu sesuai dengan ciri-ciri dan karakteristik sejarah sebagai ilmu.

Oleh karena itu, penelitian sejarah dan hasilnya dapat membantu penelitian dan pengembangan kebudayaan. Sejarah mengkaji aspek-aspek kehidupan manusia di masa lampau, termasuk kebudayaan.



B.     Kritik dan Saran

Kami sebagai penyusun makalah ini sangat menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan baik dari segi kata-kata bahasa maupun kalimat, oleh karena itu kami sangat berharap sekali masukan, kritik maupun saran yang sifatnya membangun guna penyempurnaan penyusunan makalah kami selanjutnya.








DAFTAR PUSTAKA



Amirin, Tatang M. 1995.

pancasila dan HAM


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang



Setiap individu terlahir ke dunia ini memiliki seperangkat hak-hak yang merupakan karunia Tuhan yang diberikan secara otomatis dimiliki oleh individu tersebut ketika ia terlahir ke dunia ini. Hal ini sifatnya sangat mendasar dan fundamental bagi hidup dan kehidupan manusia dan merupakan hak kodrati, yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia.

 Dalam pengkajian tentang hak-hak asasi manusia, sejarah hak asasi manusia dimulai di Inggris dengan lahirnya Magna Charta (1215), yaitu perlindungan tentang kaum bangsawan dan gereja. Pada tahun 1776 di Amerika Serikat terdapat Declaration of Independence (Deklarasi Kemerdekaan) yang di dalamnya memuat hak asasi manusia dan hak asasi warga Negara. Perkembangan selanjutnya adalah setelah Revolusi Perancis, di Perancis tuntutan tentang hak-hak asasi warga Negara dengan semboyannya kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan.

Setelah Perang Dunia II peristiwa yang penting dalam perkembangan hak-hak asasi manusia, adalah paham demorasi (dar, oleh, untuk) rakyat dan peristiwa penting diakuinya hak-hak manusia secara umum (universal), yaitu lahirnya “universal declaration of human righ” sebagai pernyataan umum tentang hak-hak asasi manusia, pada tanggal 10 desember perserikatan bangsa-bangs di paris, yang memuat 30 pasal tentang hak-hak asasi manusia.

Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. Dalam pemenuhan tentang HAM ini, kita harus ingat bahwa kita sebagai makhluk social tidak dapat menghindari untuk bersentuhan atau bersinggungan tentang dengan kepentingan orang lain. Jangan sampai untuk memenuhi HAM orang lain. Karena itulah penulis tertarik untuk membahas tentang Hak Asasi Manusia.



B.      PERMASALAHAN

1.      Apa pengertian HAM.

2.      Apa saja sejarah perkembangan HAM.

3.      Bagaimana pelaksanaan HAM dalam Pancasila.




BAB II

PEMBAHASAN



A.   Pengertian HAM



1. Pengertian ham menurut JOHN LOCKE

JOHN LOCKE mengartikan HAM ialah suatu hak yang dihadiahkan oleh Tuhan yang bersifat kodrati dimana hak asasinya tidak pernah dan tidak dapat dipisahkan dari hakekatnya, sehingga hak asasi merupakan sesuatu yang suci dan mesti dijaga.

2. Pengertian ham menurut DAVID BEETHAM dan Kevin BOYLE

Pengertian ham menurut david beetham dan kevin boyle adalah suatu kebebasan yang fundamental dan memiliki keterhubungan dengan kapasitas manusia dan kebutuhan manusia.

3. Pengertian ham menurut G.J Wolhos

HAM adalah sejumlah hak yang telah mengakar dan melekat dalam diri manusia, hak-hak inilah yang tidak boleh dihingkan, karena menghilangkan HAM sama saja anda menghilangkan derajat kemanusiaan itu.

Dari sekian banyak pengertian ham menurut para ahli yang diatas maka kita dapat memberikan kesimpulan bahwa HAM merupakan sesuatu yang paling mendasar dalam diri manusia yang tak ada satu orang pun yang bisa menghilangkan dan merusaka Ham, ketika anda menginginkan melepaskan diri dari HAM maka anda sama saja tidak menghargai derajat kemanusiaan.

4.         Pengertian ham menurut komnas HAM adalah “Hak Asasi manusia mencakup segala bidang kehidupan manusia, baik sipil, politik, maupun ekonomi, sosial dan kebudayaan. Kelima-limanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hak-hak asasi politik dan sipil tidak ada artinya apabila rakyat masih harus bergelut dengan kemiskinan dan penderitaan. Tetapi, dilain pihak, persoalan kemiskinan, keamanan dan lain alasan, tidak dapat digunakan secara sadar untuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan kebebasan politik serta sosial masyarakat. .. Hak asasi manusia tidak mendukung individualisme, melainkan membendungnya dengan melindunginya individu, kelompok dan golongan , ditengah-tengah kekerasan kehidupan modern. Ham merupakan tanda solidaritas nyata suatu bangsa dengan warganya yang lemah.

Hak Asasi Manusia atau HAM adalah hak-hak yang sudah dipunyai oleh seseorang sejak iamasih dalam kandungan. Hak asasi manusia dapat berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM yang tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat atau Declaration of Independence of USA serta yang tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti yang terdapat pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 31 ayat 1, serta pasal 30 ayat 1.

            Dalam teori perjanjian bernegara, terdapat Pactum Unionis serta Pactum Subjectionis. Pactum unionis merupakan suatu perjanjian antarindividu guna membentuk negara, sedangkan pactum subjectionis merupakan suatu perjanjian antara individu serta negara yang dibentuk. Thomas Hobbes mengakui Pactum Subjectionis dan tidak mengakui Pactum Unionis. John Lock mengakui keduanya yaitu Pactum Unionis dan Pactum Subjectionis, sedangkan JJ Roessaeu hanya mengakui pactum unionis.


            Ketiga paham ini berpendapat demikian. Namun pada dasarnya teori perjanjian tersebut mengamanahkan adanya suatu perlindungan Hak Asasi Warga Negara yang wajib dijamin oleh penguasa dan bentuk jaminan tersebut haruslah tertuang dalam konstitusi.

            Dalam kaitannya dengan hal tersebut, HAM merupakan hak fundamental yang tidak dapat dicabut karena ia adalah seorang manusia. HAM yang dirujuk sekarang merupakan seperangkat hak yang dikembangkan PBB sejak awal berakhirnya perang dunia II. Sebagai konsekuensinya, negara-negara tidak dapat berkelit untuk tidak melindungi hak asasi manusia yang bukan warga negaranya.

hak asasi manusia merupakan bagian integral dari tiap kajian dalam disiplin ilmu hukum internasional. Oleh karena itu bukan sesuatu yang kontroversial lagi apabila suatu komunitas internasional mempunyai kepedulian yang serius dan bersifat nyata terhadap berbagai isu tentang hak asasi manusida tingkat domestik. Peran komunitas internasional sangat pokok sebagai perlindungan HAM karena sifat serta watak HAM itu sendiri merupakan suatu mekanisme pertahanan dan perlindungan setiap individu terhadap kekuasaan negara yang rentan untuk disalahgunakan, sebagaimana yang sering dibuktikan sejarah umat manusia sendiri.



B.      Sejarah Perkembangan HAM.



1.      Sejarah Hak Asasi Manusia


            Secara historis hak asasi manusia sebagaimana yang saat ini dikenal (baik yang di cantumkan dalam berbagai piagam maupun dalam UUD), memiliki riwayat perjuangan panjang bahkan sejak Abad Ke-13 perjuangan untuk mengukuhkan gagasan hak asasi manusia ini sesudah dimulai segera setelah di tanda tanganinya Magna Charta pada tahun 1215 oleh raja John Lackbland, maka sering kali peristiwa ini di catat sebagai permulaan dari sejarah perjuangan hak-hak asasi manusia, sekali pun sesungguhnya piagam ini belum merupakan perlindungan terhadap hak-hak asasi sebagaimana yang dikenal suratini.


            Menurut Muhammad Kusnardi dan Ibrahim di jelaskan bahwasannya perkembangan dari hak-hak asasi manusia adalah dengan ditanda tanganinya Polition of Rights pada tahun 1628 oleh raja Charles 1. Kalau pada tahun 1215 raja berhadapan dengan kaum bangsawan dan gereja, yang mendorong lahirnya Magna Charta, maka pada tahun 1628 tersebut raja berhadapan dengan parlemen yang terdiri dari utusan rakyat (The House Of Comouons) kenyataan ini memperlihatkan

bahwa perjuangan hak-hak asasi manusia memiliki korelasi yang erat sekali dengan perkembangan demokrasi.



2.       Macam-Macam Hak Asasi Manusia


            Perkembangan tuntutan HAM berdasar tingkat kemajuan peradaban budaya dapat dibagi secara garis besar meliputi bidang sebagai berikut.


1.   Hak asasi pribadi (personal rights)

2.   Hak asasi di bidang politik (politic rights)

3.   Hak asasi di bidang ekonomi (economic and property rights)

4.   Hak asasi di bidang social budaya (social and cultural rights)

5.   Hak untuk memajukan ilmu dan teknologi

6.   Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan

7.    Hak asasi di bidang HANKAM (defense and security rights)



3.      Perkembangan Pemikiran Hak Asasi Manusia


Perkembangan pemikiran mengenai HAM dibagi pada 4 generasi yaitu:


Generasi Pertama


            Berpendapat bahwa pengertian HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan suatu tertib hukum yang baru. Pada generasi pertama ini berkembang pemikiran dari  pemikiran Immanuel Kant dimana negara dan pemerintah tidak ikut campur tangan dalam urusan warga negaranya kecuali dalam hal yang menyangkut kepentingan umum. Aliran pikiran yang disebut liberalisme ini dirumuskan dalam dalil “The Last Government is the best Government” artinya Pemerintahan yang paling sedikit campur tangannya terhadap warga negara adalah Pemerintahan yang baik. Dalam pandangan ini negara dianggap sebagai Nachwachterstaat atau negara penjaga malam yang memiliki ruang gerak yang sangat sempit dalam mengatur tata kehidupan masyarakat atau rakyat dari suatu negara, bukan hanya di bidang politik tetapi juga di bidang ekonomi. Dalam konsep ini kegiatan di bidang ekonomi dikuasai oleh dalil: Laissez faire, laissez aller” yang artinya kalau manusia dibiarkan mengurus kepentingan ekonominya masing-masing maka dengan sendirinya keadaan ekonomi seluruh negara akan sehat.




Generasi Kedua


            Pada masa ini pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukkan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada generasi kedua ini lahir dua covenant yaitu International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights dan International Covenant on Civil and Political Rights. Kedua Covenant tersebut disepakati dalam sidang umum PBB 1966. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik. Pada masa ini pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan karenanya harus aktif dalam mengatur kehidupan ekonomi dan sosial rakyatnya. Negara dalam konsep ini dinamakan negara kesejahteraan (Welfare State) atau Social Service State (negara yang memberi pelayanan kepada masyarakat atau negara modern).



Generasi Ketiga


            Generasi ketiga ini lahir sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hukum dalam satu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.



Generasi Keempat


            Setelah banyak dampak negatif dari pemikiran HAM generasi ketiga, lahirlah generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominan dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh negara-negara dikawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of The Basic Duties of Asia People and Government. Deklarasi ini lebih maju dari rumusan generasi ketiga, karena tidak saja mencakup tuntutan struktural tetapi juga berpihak kepada terciptanya tatanan sosial yang berkeadilan. Selain itu deklarasi HAM Asia telah berbicara mengenai masalah ‘kewajiban asasi’ bukan hanya ‘hak asasi’. Deklarasi tersebut juga secara positif mengukuhkan keharusan imperatif dari negara untuk memenuhi hak asasi rakyatnya. Beberapa masalah dalam deklarasi ini yang terkait dengan HAM dalam kaitan dengan pembagunan sebagai berikut:


1.   Pembangunan Berdikari (self development)

            Pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan yang membebaskan rakyat dan bangsa dari ketergantungan dan sekaligus memberikan kepada rakyat sumber-sumber daya sosial ekonomi.


2.   Perdamaian
            Masalah perdamaian tidak semata-mata berarti anti perang dalam segala bentuknya, tapi justru lebih dari itu suatu upaya untuk melepaskan diri dari budaya kekerasan (culture of violence) dengan menciptakan budaya damai (culture of peace) yang menjadi tugas semua pihak baik rakyat, negara, regional maupun dunia.


3.   Partisipasi Rakyat

            Merupakan suatu persoalan hak asasi yang sangat mendesak untuk terus diperjuangkan baik dalam dunia politik maupun dalam persoalan publik lainnya.


4.   Hak-hak Budaya

            Pada beberapa masyarakat nampak tidak dihormatinya hak-hak budaya. Begitu juga adanya upaya dan kebijakan penyeragaman budaya oleh negara merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi budayanya.


5.   Hak Keadilan Sosial

            Keadilan sosial tidak saja berhenti dengan naiknya pendapatan perkapita, tapi justru baru berhenti pada saat tatanan sosial yang tidak adil dijungkirbalikkan dan diganti dengan tatanan sosial yang berkeadilan.

4.     Perkembangan HAM di Indonesia

a. Periode sebelum Kemerdekaan (1908-1945)

            Pemikiran HAM pada masa sebelum kemerdekaan dapat dilihat dalam sejarah kemunculan organisasi. Pergerakan Nasonal Budi Oetomo (1908), Sarekat Islam (1911), Indesche Partij (1912), Perhimpunan Indonesia (1925), Partai Nasional Indonesia (1927). Lahirnya pergerakan–pergerakan seperti ini tak lepas dari pelangaran HAM yang dilakukan oleh penguasa (penjajah). Dalam sejarah pemikiran HAM di Indonesia Boedi Oetomo merupakan organisasi pertama yang menyuarakan kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang di tunjukan ke pada pemerintah kolonial maupun lewat tulisan di surat kabar. 

b. Periode setelah kemerdekaan (1945-sekarang)

Perdebatan tentang HAM berlanjut sampai periode paska kemerdekaan:


1.Periode 1945-1950

            Pemikiran HAM pada periode ini menekankan wacana untuk merdeka (Self Determination), hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik mulai didirikan, serta hakkebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama diParlemen.


2.Periode 1950-1959

            Periode ini dikenal dengan periode parlementer, menurut catatan Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM di Indonesia tercrmin dalam empat indikator HAM:

  • munculnya partai politik dengan berbagai idiologi.
  • adanya kebebasan pers.
  • pelaksanan pemilihan umum secara aman, bebas dan demokratris.
  • kontrol parlemen atas eksekutif.


3.Periode 1959-1966

            Periode ini merupakan masa berakhirnya demokrasi liberal dan digantikan dengan demokrasi terpimpin yang terpusat pada kekuasan persiden Seokarno, demokrasi terpimpin (Guided Democracy) tidak lain sebagai bentuk penolakan presiden Seokarno terhadap demokrasi parlementer yang dinilai merupakan produk barat.


            Melalui sistem demokrasi terpimpin kekuasan terpusat di tangan persiden. Persiden tidak dapat dikontrol oleh parlemen. Sebaliknya parlemen dikendalikan oleh persiden. Kekuasaan persiden Sokarno bersifat absolut, bahkan dinobatkan sebagai persiden seumur hidup. Dan akhir pemerintahan peresiden Seokarno sekaligus sebagai awal Era pemerintahan orde baru yaitu masa pemerintahan persiden Seoharto. 


4.Periode 1966-1998

            Pada mulanya Orde Baru menjanjikan harapan baru bagi penegakan HAM di Indonesia. Janji–janji Orde Baru tentang HAM mengalami kemunduran pesat pada tahu 1970-an hingga 1980-an. Setelah mendapat mandat konstitusional dari siding MPRS. Orde Baru menolak ham dengan alasan HAM dan Demokrasi merupakan produk barat yang individualistik yang militeristik. Bertentangan dengan prinsip lokal Indonesia yang berprinsip gotong-royong dan kekeluargaan.

5.Periode paska orde baru

            Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia, setelah terbebas dairi pasungan rezim Orde baru dan merupakan awal datangnya era demokrasi dan HAM yang kala itu dipimpin oleh Bj.Habibie yang menjabat sebagai wakil presiden. Pada masa pemerintahan Habibie misalnya perhatian pemerintah terhadap pelaksanan HAM mengalami perkembangan yang sangat segnifikan, lahirnya TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan salah satu indikator pemerintah era reformasi.



C.     Pelaksanaan HAM dalam Pacasila



1. Hak Asasi Manusia berdasarkan sila 1



            Sila 1 berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa", di dalam sila ini kita sebagai manusia meyakini bahwa kita adalah makhluk ciptaan tuhan. Dalam sila ke 1 ini negara menjamin kebebasan memeluk agama serta menjalankan ibadah sesuai agama nya masing - masing.



            Negara juga berkewajiban untuk menjamin hak dan kebebasan orang lain dalam urusan agama, selain itu mengenai ketentuan perundang - undangan harus selalu mengacu pada nilai ketuhanan dan bersifat universal. 



2. Hak Asasi Manusia berdasarkan sila 2



            Sila 2 berbunyi "Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab", maksud dari sila ke dua ini memiliki makna yaitu adanya kesadaran sikap dan perbuatan manusia dalam hubungan dengan norma - norma dan kebudayaan umumnya, baik terhadap diri pribadi, sesama manusia, maupun terhadap alam dan sang pencipta.



            Selain itu dalam sila ke 2 ini memiliki prisip, agar setiap individu memiliki kebebasan mendasar yang dijamin negara, juga harus diperlakukan sama di hadapan hukum. Setiap individu juga berhak mendapatkan kehidupan yang layak, nyaman dan aman, juga harus mendapat perlindungan yang sama.



3. Hak Asasi Manusia berdasarkan sila 3



            Sila 3 berbunyi "Persatuan Indonesia", sila ke tiga ini memiliki makna bahwa kita harus menghormati setiap perbedaan yang ada, menghormati hukum dan masyarakat adat dan juga harus memilki keharmonisan dan keseimbangan dalam bermasyarakat. Sila ini mengandung ide dasar bahwa rakyat Indonesia meletakan kepentingan dan keselamatan bangsa di atas kepentingan dan keselamatan pribadi.



4. Hak Asasi Manusia berdasarkan sila 4



            Sila 4 berbunyi "Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan", mengandung makna bahwa kita dibebaskan untuk mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tulisan, berkumpul dan mengadakan rapat, memilki hak ikut serta dalam pemerintahan juga berhak menduduki jabatan.



            Dalam sila ini juga menunjukan bahwa kekuasaan yang mengatur negara diberikan oleh rakyat kepada rakyat. Setiap warga juga memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dalam pemerintahan.



5. Hak Asasi Manusia berdasarkan sila 5



            Sila ke 5 berbunyi "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia", sila ke 5 ini mengandung makna bahwa setiap rakyat Indonesia mendapat perlakuan yang adil dan seimbang dalam hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Pemerintah juga harus memberi perlindungan atas hak - hak rakyat agar dapat berlaku adil.






BAB III

KESIMPULAN

            Sadar sedalam-dalamnya bahwa Pancasila adalah pandangan hidup Bangsa dan Dasar Negara Republik Indonesia serta merasakan bahwa Pancasila adalah sumber kejiwaaan masyarakat dan Negara Republik Indonesia, maka manusia Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan. Oleh karena itu pengamalannya harus dimulai dari setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara Negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengamalan Pancasila oleh setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.
Dengan demikian Pancasila sebagai pandangan hidup Bangsa dan Dasar Negara Republik Indonesia akan mempunyai arti nyata bagi manusia Indonesia dalam hubungannya dengan kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan.Untuk itu perlu usaha yang sungguh-sungguh dan terus-menerus serta terpadu demi terlaksananya penghayatan dan pengamalan Pancasila.




DAFTAR PUSTAKA




widjaja, 2000. Penerapan Nilai-nilai Pancasila dan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Jakarta: RINEKA CIPTA